Menguji  Keabsahan di Balik Pembangunan Proyek Stadion dan GOR Kota Dumai?

Foto : Papan Plank Proyek Lanjutan Pembangunan Stadion Dumai

DUMAI — Dutapekerjaindonesia.com,--| Proyek pembangunan Stadion dan Gedung Olahraga (GOR) Kota Dumai yang disebut sebagai salah satu program strategis Pemerintah Kota Dumai kini mulai diselimuti dugaan praktik korupsi terselubung. Di balik narasi peningkatan sarana olahraga dan dukungan terhadap kegiatan kepemudaan, muncul indikasi kuat adanya rekayasa dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJ), terutama melalui mekanisme lelang terselubung (covert tender).

Pembangunan GOR Pemko Dumai Jl. Arifin Achmad Kelurahan Tanjung Palas Dumai Timur Dumai disebut sebut bakal bertaraf Internasional.  berawal dari pembangunan Stadion Utama lapangan sepak bola dan jenis cabang olah raga lainnya. Pembanagunan ini Dananya bersumber dari APBD kota Dumai TA 2024 untuk pekerjaan dilaksanakan Juni 2024 menelan biaya Rp.38 miliar lebih.

DPD Aliansi Kajian Jurnalis Independen Indonesia (AKJII) Provinsi Riau merasa tertarik untuk  menyoroti pembangunan Stadion dan GOR ini, pasalnya proyek besar ini ditangani satuan kerja Pertanahan dan Penataan Ruang, shingga menimbilan pertanyaan seputar keterpaduan antara regulasi pengadaan, tata kelola keuangan daerah, serta hukum pidana korupsi. Tujuannya, memperkuat pencegahan dan pengawasan agar proyek publik bernilai besar seperti ini tidak menjadi ajang bancakan elite birokrasi dan rekanan tertentu.

Untuk menguji apakah Sah atau tidaknya  pembangunan yang dilakukan OPD terkait, maka terdapat sejumlah regulasi penting yang menjadi dasar analisis dalam pengujian ini, antara lain:
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), terutama Pasal 2 dan 3 mengenai penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara serta Pasal 12 huruf e tentang gratifikasi dan benturan kepentingan dalam jabatan.
- Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 jo. Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang menegaskan prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi, keterbukaan, persaingan sehat, keadilan, dan akuntabilitas.
- Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 yang mengatur pedoman pelaksanaan PBJ di lingkungan pemerintah daerah.
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menegaskan penggunaan APBD harus sejalan dengan kewenangan urusan pemerintahan daerah.

Dengan nilai proyek yang sangat besar, pembangunan Stadion dan GOR Dumai tergolong high risk project, yakni proyek yang rawan penyimpangan karena melibatkan banyak tahapan, instansi, dan aktor dengan kepentingan ekonomi tinggi.

BENTUK-BENTUK DUGAAN PENYIMPANGAN

Pertama  : Diduga ada Rekayasa Perencanaan (Planning Manipulation), hal ini tergambar dari adanya pergeseran nomenklatur kegiatan dari fungsi olahraga menjadi fungsi cipta karya atau penataan ruang agar dikelola dinas tertentu. Kemudian Penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Detail Engineering Design (DED) yang diduga tidak berbasis kajian teknis memadai.

Foto : Pagar Stadion Dumai

Kedua : Diduga adanya  Lelang Terselubung (Covert Tender) Proses tender dilakukan secara formal melalui LPSE, namun pemenangnya sepertinya sudah ditentukan sebelumnya. Dokumen lelang disusun diduga ada semacam  “pesanan” agar hanya satu-dua rekanan memenuhi syarat (tailor made). Kemudian ada dugaan bahwa Komunikasi informal antara panitia dan peserta tender dilakukan sebelum proses resmi dimulai, serta pemenang merupakan hasil pinjamaan untukpembangunan stadion

Diduga ada Keterlibatan broker yang tidak memiliki kedudukan hukum formal dalam sistem pengadaan yang dirasa menyalahi prinsip transparansi dan akuntabilitas. Apabila terbukti, hal ini dapat dikategorikan sebagai persekongkolan tender, penyalahgunaan wewenang, dan tindakan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara.

Ketiga  : Dugaan Manipulasi Evaluasi Teknis dan Harga. Diduga Penilaian administrasi dilakukan secara tidak objektif untuk menggugurkan peserta tertentu. Dan Penyesuaian harga penawaran agar tampak wajar, padahal telah diatur sebelumnya.

Keempat :  Pengaturan Subkontrak dan Fee Proyek, Pemenang tender hanya berfungsi sebagai pelaksana formal, sementara pelaksana lapangan ditentukan pihak lain dengan sistem pembagian fee atau komisi.

Adakah Unsur Tindak Pidana Dan Pelanggaran Persaingan Usaha.

Melihat Pola-pola tersebut jika benar, ini merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip transparansi dan fair competition, sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Secara hukum, “lelang terselubung” dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi karena memenuhi unsur penyalahgunaan kewenangan, kolusi, dan persekongkolan. Beberapa pasal yang relevan antara lain:
- Pasal 3 UU Tipikor – Penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan merugikan keuangan negara.
- Pasal 12 huruf i UU Tipikor – Larangan bagi pegawai negeri untuk ikut serta dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.
- Pasal 7 ayat (1) huruf c Perpres 16/2018 – Melarang PA, KPA, atau PPK mempengaruhi hasil pemilihan penyedia.
- Pasal 22 UU No. 5/1999 – Mengatur larangan persekongkolan dalam tender.

Apabila terbukti terdapat pengaturan pemenang lelang, manipulasi dokumen administrasi, atau komunikasi tidak sah antara panitia dan peserta, maka tindakan tersebut dapat digolongkan sebagai tindak pidana korupsi dan pelanggaran persaingan usaha.

Pertanggungjawaban Dan Mekanisme Pengawasan

Pengujian ini menekankan pentingnya akuntabilitas dan pertanggungjawaban pidana bagi seluruh pihak yang terlibat, yakni:
- Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) – jika terbukti menyalahgunakan kewenangan atau memanipulasi dokumen.
- Panitia Pengadaan/UKPBJ – apabila terlibat dalam rekayasa evaluasi teknis atau administrasi.
- Kepala Dinas atau PA/KPA – jika memberikan arahan atau intervensi kepada panitia atau peserta lelang.
- Penyedia Barang/Jasa – apabila ikut serta dalam persekongkolan tender.

Sanksinya mengacu pada Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, yakni pidana penjara maksimal 20 tahun dan/atau denda miliaran rupiah.

Pengawasan Publik Dan Transparansi Mutlak Diperlukan

Proyek-proyek bernilai besar seperti pembangunan Stadion dan GOR Kota Dumai wajib diawasi secara ketat oleh publik, lembaga pengawas internal pemerintah (Inspektorat), aparat penegak hukum, dan lembaga audit seperti BPK maupun BPKP.

Keterbukaan informasi pengadaan, publikasi dokumen tender, dan pelibatan masyarakat sipil dalam pengawasan menjadi langkah penting untuk mencegah terjadinya korupsi terselubung yang menggerogoti anggaran publik.

Jika indikasi lelang terselubung ini dibiarkan, bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mencoreng semangat transparansi dan integritas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Dutapekerjaindonesia.com dan Mimbarnegeri.com, saat memperhatikan papan plank proyek pembangunan lanjutan stadion dan GOR tersebut merasa tergelitik untuk mempertanyakan urgensi kewenangan Pembangunan Stadion dan GOR oleh Dinas Pertanahan Tata Ruang, apakah sudaah benar dan memenuhi kualifikasi perundang-undangan?.
Kepala Dinas Pertanahan Tata Ruang saat dionfirmasi untuk meminta penjelasan melalui whatAppnya, tidak ada jawaban sama sekali,  akan tetapi saat bertemu disebuah rumah makan di Pekanbaru, Kadis Pertnahan dan Tata Ruang Faried Mufarizal nyeletuk, Bapak pernah WA saya ujarnya, saya lihat foto diprofilnya seperti Bapak ujarnya setelah terlebih dahulu mengatakan kepada beberapa wartawan bahwa ia tidak pernah tidak membalas WA dari siapapun itu.
Saat menoleh keredaksi Mimbarnegeri.com Faried seperti terkejut, lalu menyatakan bahwa pertanyaan tersebut tidak bisa dijawabnya sebeb bukan menjadi wewenangnya, Faried berjanji akan menyaampaikan kepada walikota, namun hingga berita ini dikirimkan jawaban tersebut tak kunjung muncul, bagaimana kisah selanjutnya?, Mari Kita ikuti lanjutannya.*sai